A. Zainal Mutaqin

Beranda » Artikel » Hadits Arbain Ke-2 (Islam, Iman dan Ihsan)

Hadits Arbain Ke-2 (Islam, Iman dan Ihsan)

Statistik Blog

  • 208.308 Kunjungan

Arsip

Landasan

Allah -subhanahu wa ta'ala berfirman-, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Q.S. Fushshilat: 33)
____________________________

Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Barang siapa mengajak kepada suatu kebaikan, maka ia akan mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka." (H.R. Muslim)
____________________________

Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali -rahimahullah- berkata, "Seandainya tidak boleh memberi nasehat kecuali seseorang yang terjaga (ma'shum) dari kekurangan, niscaya tidak akan ada seorang pun yang menasehati orang lain selain Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-, karena tidak ada yang ma'shum kecuali Beliau." (Kitab Lathaiful Ma'arif, hal. 19)
____________________________

"Satu video dapat mewakili ribuan foto, satu foto dapat mewakili ribuan kata, satu kata dapat mewakili ribuan video. Tidak ada yang dapat mengalahkan kata-kata, terlebih ia adalah perkataan yang baik." (A. Zainal Mutaqin, Februari 2017)

Kitab Al-Wafi (Syarah Hadis Arbain An-Nawawi) – Dr. Musthafa Dieb Al-Bugha, Muhyidin Mistu

Umar bin al-Kaththab –radhiallahu ‘anhu– berkata; “Suatu hari kami duduk dekat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, tiba-tiba muncul seorang laki-laki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya hitam legam. Tak terlihat tanda-tanda bekas perjalanan jauh, dan tak seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Ia duduk di depan Nabi, lututnya ditempelkan di lutut beliau, dan kedua tangannya diletakkan di paha beliau, lalu berkata; “Hai Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– menjawab; “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau mampu.” Laki-laki itu berkata; “Benar.” Kami heran kepadanya, bertanya tetapi setelah itu membenarkan jawaban Nabi. Ia bertanya lagi; “Beritahu aku tentang iman.” Nabi menjawab; “Iman itu engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik atau yang buruk.” Ia berkata; “Benar.” Dia bertanya lagi; “Beritahu aku tentang Ihsan.” Nabi menjawab; “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Laki-laki itu berkata lagi; “Beritahu aku kapan terjadinya kiamat.” Nabi menjawab; “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi; “Beritahu aku tanda-tandanya.” Nabi menjawab; “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya, orang yang bertelanjang kaki dan tidak memakai baju (orang miskin), dan penggembala kambing saling berlomba mendirikan bangunan megah.” Kemudian laki-laki itu pergi. Aku diam beberapa waktu. Setelah itu Nabi bertanya kepadaku; “Hai Umar, tahukah kamu siapa yang bertanya tadi? Aku menjawab; “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda; “Dia itu Jibril, datang untuk mengajarkan Islam kepada kalian.” (HR. Muslim)

Urgensi Hadis

Ibnu Daqiq al-‘Id berkata; “Hadis ini sangat penting, meliputi semua amal perbuatan, yang dhahir dan yang batin, bahkan semua ilmu syariat mengacu kepadanya, karena semua hal yang ada dalam semua hadis, bahkan seakan menjadi Ummus Sunnah (induk bagi hadits), sebagaimana surah al-Fatihah disebut Ummul Qur’an karena ia mencakup seluruh nilai-nilai yang ada dalam al-Qur’an.

Hadis ini mutawatir karena diriwayatkan dari 8 sahabat: Abu Hurairah, Umar, Abu Dzar, Anas, Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, Abu ‘Amir al-Asy’ari dan Jarir al-Bajali.

Fiqhul Hadits (Kandungan Hadis)

  1. Memperbaiki pakaian dan penampilan.Ketika hendak masuk masjid dan hendak menghadiri majelis ilmu, disunahkan memakai pakaian yang rapi, bersih dan memakai minyak wangi. Bersikap baik dan sopan di majelis ilmu dan di hadapan para ulama adalah perilaku yang sangat baik, karena Jibril saja datang kepada Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. dengan penampilan dan sikap yang baik.
  1. Definisi Islam.Secara etimologi, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah swt. secara terminologi adalah agama yang dilandasi oleh lima dasar yaitu: 1) syahadatain. 2) menunaikan shalat wajib pada waktunya dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah. 3) mengeluarkan zakat. 4) puasa di bulan Ramadhan. 5) Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
  1. Secara etimologi, iman berarti pengakuan atau pembenaran. Secara terminologi, berarti pembenaran dan pengakuan yang mendalam akan:
    1. Adanya Allah –subhanahu wa ta’ala-. Pencipta alam semesta yang tidak mempunyai sekutu apapun.
    2. Adanya makhluk Allah –subhanahu wa ta’ala-. yang bernama malaikat. Mereka adalah hamba Allah –subhanahu wa ta’ala– yang mulia, tidak pernah melakukan maksiat dan selalu menurut perintah-Nya. Mereka diciptakan dari cahaya, tidak makan, tidak berjenis kelamin, tidak mempunyai keturunan dan tidak ada yang tahu jumlahnya kecuali Allah –subhanahu wa ta’ala-.
    3. Adanya kitab-kitab samawi yang diturunkan Allah –subhanahu wa ta’ala-. dan meyakini bahwa kitab-kitab tersebut (sebelum diubah dan diselewengkan manusia) merupakan syariat Allah –subhanahu wa ta’ala-.
    4. Adanya rasul-rasul yang telah diutus Allah –subhanahu wa ta’ala-, yang dibekali dengan kitab samawi sebagai perantara untuk memberikan hidayah kepada umat manusia. Meyakini bahwa mereka adalah manusia biasa yang diistimewakan dan ma’shum (terjaga dari segala dosa).
    5. Adanya hari akhir, pada hari itu Allah –subhanahu wa ta’ala– membangkitkan manusia dari kuburnya, lalu diperhitungkan seluruh amal perbuatannya. Amal perbuatan yang baik akan dibalas dengan kebaikan dan amal perbuatan buruk akan dibalas dengan keburukan.
    6. Adanya qadla dan qadar. Artinya apapun yang terjadi pada alam semesta ini merupakan ketentuan dan kehendak Allah –subhanahu wa ta’ala– semata, untuk satu tujuan yang hanya diketahui-Nya.
      Inilah rukun-rukun Iman. Siapapun yang meyakini, maka ia akan selamat dan beruntung dan barangsiapa yang menentangnya maka ia tersesat dan merugi. Allah –subhanahu wa ta’ala– berfirman yang artinya; “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (an-Nisaa’: 36)
  2. Islam dan Iman. Melalui penjelasan di atas kita pahami bahwa Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, secara etimologi maupun secara terminologi. Pada dasarnya, jika berbeda nama tentu berbeda makna. Meskipun demikian, tidak jarang dipergunakan dengan arti yang sama, Islam berarti Iman dan sebaliknya. Keduanya saling melengkapi. Iman menjadi sia-sia tanpa Islam, demikian juga sebaliknya.
  1. Definisi Ihsan. Ihsan adalah ikhlash dan pernuh perhatian. Artinya sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah –subhanahu wa ta’ala– dengan penuh perhatian sehingga seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak mampu maka ingatlah bahwa Allah –subhanahu wa ta’ala– senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.
  1. Hari kiamat dan tanda-tandanya. Tibanya hari kiamat adalah rahasia Allah –subhanahu wa ta’ala-. Tidak ada satupun makhluk yang mengetahuinya, baik malaikat maupun rasul. Karenanya, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda kepada Jibril: “Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Meskipun demikian, Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– menjelaskan sebagian tanda-tandanya, antara lain.
    1. Krisis moral, sehingga banyak anak yang durhaka kepada orang tuanya, mereka memperlakukan orang tuanya seperti perlakuan terhadap budaknya.
    2. Kehidupan yang jungkir balik. Banyak orang bodoh menjadi pemimpin, pemberian wewenang kepada orang yang tidak mempunyai kemampuan, harta melimpah, manusia banyak yang berlaku sombong dan foya-foya, bahkan mereka berlomba dan saling meninggikan bangunan dengan penuh kebanggaan. Mereka berlaku congkak pada orang lain, bahkan mereka seakan ingin menguasainya.
  2. Etika bertanya. Seorang muslim akan menanyakan sesuatu yang akan membawa manfaat bagi dunia dan akhiratnya. Ia tidak akan menanyakan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Bagi orang yang menghadiri sebuah majelis ilmu tahu ia melihat bahwa audiens (orang-orang yang hadir disitu) ingin mengetahui satu hal. Ternyata masalah tersebut belum ada yang menanyakan, maka sepatutnya ia menanyakan meskipun ia sudah mengetahuinya agar orang-orang yang hadir bisa mengambil manfaat dari jawaban yang diberikan. Orang yang ditanya tentang suatu hal, dan ia tidak mengetahui jawabannya, hendaknya ia mengakui ketidaktahuannya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang ia tidak mengetahuinya.
  3. Metode tanya jawab.Pendidikan modern pun mengakui bahwa metode tanya jawab adalah metode pendidikan yang relatif berhasil, karena memberikan tambahan semangat pada diri pendengar untuk mengetahui jawaban yang akan diberikan. Metode ini sering dipergunakan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dalam mendidik generasi Shahabat. []

Sumber: http://www.alquranmulia.wordpress.com


Tinggalkan komentar

KONTAK

PIN BBM: 573c34be Phone/Sms/WA/Line: 0858 8037 3717

Kanal Youtube

Sosial Media

- My Instagram

Tidak ada gambar Instagram yang ditemukan.

– Follow Me

Pariwara

– CV. Vittory IT Solusindo

– Yayasan Sophia Al-Muttaqi

Chat Room